Ruwat 7 Gunung Digelar Kembali, Pamong Budaya Bogor Serukan Harmoni Manusia dan Alam

 


GarudaNews (Sukabumi) - Pamong Budaya Bogor kembali menggelar ritual budaya Ruwat 7 Gunung untuk periode 2025–2026 sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan warisan spiritual leluhur Nusantara. Upacara ini akan berlangsung dari Juli 2025 hingga Januari 2026, menyambangi tujuh gunung di wilayah Jawa Barat.

Rangkaian ruwatan diawali dari Gunung Perbakti, Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi pada 26 Juli 2025 dan dilanjutkan ke Gunung Kencana, Tampomas, Manglayang, Burangrang, Wayang, dan ditutup di Gunung Patuha, Ciwidey pada 31 Januari 2026.

Ketua Umum Pamong Budaya Bogor, Ki Bambang Sumantri, menjelaskan bahwa ruwatan gunung merupakan bagian dari praktik kebudayaan warisan leluhur Nusantara yang memiliki makna ekologis, spiritual, dan sosial.

“Gunung bukan sekadar landscape geografis, tapi pusat spiritual yang harus dijaga. Ruwatan ini adalah cara kita menjaga keharmonisan itu,” tuturnya.


Kepala Desa Cidahu, H. Asep Saepul Parlan, S.H.I., menyampaikan kebanggaannya bahwa Gunung Perbakti menjadi titik awal ruwatan. Cidahu merasa terhormat menjadi tempat pembuka rangkaian Ruwat 7 Gunung.

“Ini kesempatan untuk mengenalkan kembali nilai-nilai budaya lokal kepada masyarakat luas. Kami juga mendukung penuh ruwatan di enam gunung lainnya sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan spiritual dan ekologis Jawa Barat,” ujarnya.

Sementara itu, Tokoh masyarakat Cidahu, H. Januar Ependi, S.H. juga menyambut positif kegiatan ini. “Gunung Perbakti bukan hanya milik Cidahu, tapi bagian dari warisan spiritual bersama. Semoga semangat ruwatan ini menular ke seluruh titik ruwat lainnya, agar alam dan manusia kembali seimbang dalam harmoni,” kata Januar yang akrab disapa Alex.

Dari sisi hukum, kegiatan ini dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Adv. Rasyid Ridha, S.H., M.H., menyatakan bahwa negara wajib memberikan perlindungan terhadap ekspresi budaya lokal seperti ini.

“Upacara Ruwat 7 Gunung ini merupakan bagian dari pelaksanaan mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, khususnya dalam pemajuan objek pemajuan kebudayaan berupa ritus dan adat istiadat,” tandasnya.

(eRHa)
Lebih baru Lebih lama